UDD PMI KOTA TANGERANG

Jadikan Donor Darah bukan lagi kegiatan sosial
tapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup (Lifestyle)

Kamis, 19 Agustus 2010

Warisan Berharga Suamiku

Sebut saja aku Maya (24) tahun, aku bungsu dari tujuh bersaudara. Ditahun 2008 aku merupakan karyawan dengan gaji besar di kotaku (atas permintaan yang bersangkutan redaksi tidak bisa menginformasikan dimana yang bersangkutan tinggal). Ditahun ini juga aku adalah orang yang berbahagia karena menemukan jodohku, karena setelah pacaran empat bulan aku dilamar. Namun itu cuma sesaat, pernikahanku kandas. Bukan karena perceraian, namun takdir Tuhan. Pernikahanku hanya berjalan 6 bulan, karena suamiku meninggal. Kematian suamiku yang cepat ternyata meninggalkan bekas di diriku, karena penyakit yang dideritanya kala ia meninggal. karena hasil diagnosa dokter terhadap penyakit suamiku adalah HIV Positif. Suamiku benar-benar meninggalkan warisan yang terus aku bawa sampai kini. Itu semua berawal dari ketidaktahuanku atas virus yang belum ada obatnya ini.

Sejak berpacaran dan menikah memang tidak ada kecurigaan kalau ia mengidap penyakit tertentu, karena kondisi fisiknya tidak bermasalah. Saat itu, sebelum menikah, suamiku tidak di tes apakah ia positif HIV atau tidak. Namun nasi telah menjadi bubur, semua sudah terjadi.

Buka Status

Sebulan setelah kematiannya, aku beranikan diri melakukan tes HIV. Dan hasilnya aku HIV Positif. Sempat beberapa saat aku tidak berani membuka statusku, namun aku memberanikan diri memberitahukan kakak laki-lakiku. Ia sangat kaget dengan apa yang aku alami. Tetapi perlakuannya peduli dan menerima apa adanya membuatku terharu, ia memberiku dorongan dan semangat untuk tetap menjalani hidup.

Selama beberapa waktu keluargaku tidak tahu kalau aku positif HIV. Walaupun sejak aku terinfeksi sering masuk rumah sakit. Namun, kakakku selalu tidak memberi tahu statusku kepada kedua orang tuaku. Setelah sembuh, aku disarankan konselor dan dokter membuka status kepada orang tuaku.

Dengan didampingi konselor, dokter serta kakakku, aku akhirnya membuka statusku yang HIV positif. Walau begitu, ayah mendukungku, karena ia tahu berita di TV tentang HIV & AIDS. Tetapi itu tidak berlaku dengan ibuku, ia kecewa terhadapku, karena aku harapannya yang dapat membuat kedua orang tuaku bahagia.

Sehabis buka status, aku menjalani terapi ARV yang cocok dengan tubuhku dan tetap rutin menjalaninya. Kini berat badanku naik dan HB ku juga naik, namun tetap ibuku melakukan perbedaan berbeda, seperti memisahkan gelas minum khusus untukku. Walau begitu, aku sabar menjalani inisemua.

Selama menjalani kehidupanku yang sekarang aku aktif bekerja sebagai administrasi serta bergabung dengan KDS (Kelompok Dukungan Sebaya) di kotaku. Aku tidak vakum atas apa yang aku derita, dengan positifnya diriku justru aku kian semangat memberikan sesuatu bagi orang lain tentang HIV & AIDS. Sebagai manusia aku punya keinginan mempunyai anak nanti. Aku ingin punya keluarga layaknya orang lain.

Sekarang aku menjalani hubungan serius dengan seseorang. Yang membuatku bahagia, ternyata ia bisa menerima statusku, walaupun ia bukan orang HIV positif. Ia justru dan menerimaku apa adanya. Kalau jodoh, aku berencana berumah tangga. Sebelum yang kuasa mencabut nyawaku, kesempatan hidup sehat dan normal layaknya orang lain masih tetap terbuka walaupun aku kini positif HIV.

Seperti yang diceritakan sahabat kita
Kepada redaksi.(Ag)

We Care buletin triwulan HIV & AIDS: Divisi Komunikasi Markas Pusat PMI